Suatu Hari di Pasar Legi Kotagede

Pada hari-hari pasaran legi, pasar itu paling ramai dikunjungi orang. Pasar ini ada di desa Tegalgendu tepat di seberang sungai Gajah Wong.

(Van Bevervoorde, 1905)

Sampai hari ini pasar Kotagede masih ramai dikunjungi setiap hari, meski puncak keramaian selalu pada hari-hari pasaran Legi*). Situasi tak banyak berubah, tetap seperti awal berdirinya pada abad 16.

Pasar Kotagede adalah pasar biasa. Hanya saja kalau kamu pergi ke sana pada hari pasaran Legi, pagi hari antara jam tujuh sampai sebelas, kamu mungkin mengira sedang ada festival di sana. Pasar Legi membawa kegembiraan tersendiri buat masyarakat Kotagede. Mereka datang untuk belanja, rekreasi, cuci mata, atau sekedar ketemu teman-teman.

Yang unik, pada hari itu pasar didominasi lelaki, baik pedagang maupun pembelinya. Pedagangnya pun datang dari mana-mana dengan segala macam barang seperti alat pertanian, bibit tanaman, unggas, dan ikan. Bahan-bahan pangan itu bersaing dengan pakaian, aksesoris, keris, batu akik, jimat, obat kuat, mainan, vcd bajakan, sepatu, sendal, topi, poster, kalender, madu, hingga mebel.

Begitu banyak hal unik yang belum pernah saya lihat sebelumnya ada di sana.

Seorang penjual obat berusia kira-kira tujuh puluhan menawarkan rupa-rupa obat, daging dan abon ular, bahkan ular hidup. Perempuan muda yang menemaninya (konon adalah istrinya) digunakan sebagai promosi. Katanya, berkat rajin minum obat kuat ramuan sendiri, dia masih sanggup memuaskan istri belianya. Diiringi backsound musik campur sari super berisik, dia juga buka praktek cabut gigi pakai tang – dijamin gak bakal sakit!

Tak jauh dari sana, ada yang menjual pembersih gigi. Cairan berwarna bening dalam botol plastik itu musti dioleskan dan digosok-digosok sebentar lalu … Voila! gigi berubah menjadi putih bersih. Kata yang pernah mencoba, cairan itu asam sekali sehingga membuat gigi linu. selain itu, gigi putih  hanya bertahan sekitar dua minggu sebelum berubah lagi menjadi coklat kehitaman. Saya ngilu sendiri membayangkan email gigi yang rusak akibat air keras di dalam ramuan itu.

Tapi, perhatian saya segera beralih pada dagangan di dekat situ,  yaitu tangkur**) buaya dari Papua. Obat kejantanan, katanya. Penjualnya memang orang Papua asli. Dia begitu heboh, bertelanjang dada dengan kostum rumbai-rumbai plus aksesoris tulang belulang.

Di seberangnya, ada penjual peluit kondom. Peluit ini memang berbahan baku lateks kondom yang digunting kecil-kecil, dijepit seng tipis, dan dilapisi plastik merah. Diletakan di lidah lalu ditiup; teeeettt! Dan saya keburu jijik membayangkan apakah kondom yang digunakan sebagai bahan baku itu baru atau bekas pakai.

Apapun, jalan-jalan begini layak kamu coba kalau pergi ke Kotagede. It’s really fun! Cuma sebaiknya kamu punya teman atau pemandu yang sudah sering ke pasar ini.

—-

* Legi; Dalam kalender Jawa, hanya ada lima hari dalam seminggu, dan hari-hari tersebut nggak dinamakan Senin, Selasa, dst melainkan Pon, Wage, Kliwon, Legi dan Pahing.

** Tangkur = testikel. Testikel buaya dipercaya mempunyai efek aphrodisiak; membikin potensi seks meningkat.

Leave a comment